GenPI.co Sumsel - Pemilik gudang penampungan BBM bersubsidi jenis solar di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan, masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO).
Hal itu disampaikan Direktur Reskrimsus Polda Sumsel, Kombes Pol. Barly Ramadhany di Palembang, Selasa (29/11).
Kini, polisi sedang memburu tersangka bernama Alan tersebut.
Alan merupakan pemilik gudang penampungan solar bersubsidi.
Gudang tersebut berlokasi di Dusun II, Desa Sidodadi, Belitang, OKU Timur.
Polisi berhasil mengungkap identitas pemilik gudang tersebut berdasarkan keterangan tersangka TH alias Iyon (31).
Sebelumnya tim Satgas Operasi Minyak Ilegal Ditreskrimsus Polda Sumsel berhasil menangkap TH di gudang penampungan tersebut, Kamis (24/11) siang.
Polisi pun menetapkan TH sebagai tersangka kasus perdagangan kembali solar subsidi.
Solar subsidi yang diperdagangkan kembali tersebut berasal dari tersangka Alan.
“Nah, A ini belum tertangkap masih dalam pemburuan,” ujarnya.
Sedangkan solar tersebut berasal dari sebuah SPBU milik PT Pertamina di kawasan Mesuji Makmur, Lampung.
“Caranya TH menghubungi Alan via telepon meminta Alan untuk menyuruh karyawan menyiapkan 34 liter solar yang ditampung di gudang, yang akan diedarkan kembali oleh TH ke pengecer di daerah BK 9, Desa Rejosari, kabupaten setempat,” kata dia.
TH mengaku sudah menjalankan bisnis tersebut selama 6 bulan terakhir.
Selama 6 bulan, setidaknya 3 ton solar berhasil dijual per bulannya dengan keuntungan hingga Rp 4 juta/bulan.
“Ini diketahui dari keterangan tersangka TH, minyak solar per 34 liter itu dijual senilai Rp 305 ribu ke pengecer atau total per bulannya tiga ton yang terjual,” ujarnya.
Dari tangan tersangka, polisi menyita 1 unit mobil bak terbuka warna putih BE-88681-ZF, 22 jeriken berkapasitas 35 liter berisi solar subsidi, 70 jeriken kosong, 1 timbangan, 1 ponsel VIVO Y 212, dan uang tunai Rp 300 ribu milik TH.
Polisi menjerat para tersangka dengan Pasal 40 angka 9 UU No. 11/2022 tentang Cipta Kerja, jo. Pasal 480 KUHP.
Para tersangka pun terancam hukuman pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp 60 miliar. (Antara)