GenPI.co Sumsel - Seorang pengawas salah satu stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan, masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO).
Pria berinisial NH alias Bogel tersebut diduga terlibat penjualan bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis solar di SPBU 24.321.170 di Jalan Lintas Sumatera, Martapura, OKU Timur.
Hal itu disampaikan Wakil Direktur Reskrimsus Polda Sumatera Selatan, AKBP Putu Yudha Prawira di Palembang, Selasa (6/12).
"Dugaan keterlibatan Bogel ini didapat berdasarkan pengakuan dua tersangka yang ditangkap Tim Satgas Operasi Minyak Ilegal Ditreskrimsus Polda Sumsel pada Kamis (1/12)," ujarnya.
Kedua tersangka yaitu BH (37), warga Desa Kota Baru, Martapura, dan WS (30), warga Desa Karang Endah, Semendawai Suku III, OKU Timur.
Kepada polisi, kedua tersangka mengaku sudah bekerja sama dengan Bogel selama 6 bulan terakhir untuk mendapatkan pasokan solar subsidi.
Tersangka juga mengaku mendapatkan pasokan solar subsidi sebanyak 12 ton setiap bulannya.
Mereka menggunakan 2 unit mobil minibus berisi tangki BBM yang dimodifikasi memuat 1,5 ton sekali pengisian.
"Tersangka ini membeli dari Bogel senilai Rp 9.000 per liter, padahal solar itu dijual ke masyarakat umum Rp 6.800 per liter," katanya.
Dalam melancarkan aksinya, mereka mengisi solar saat dini hari dengan memadamkan lampu SPBU agar seolah-olah telah tutup.
Dari pembelian tersebut, tersangka menjual kembali ke pedagang minyak eceran di OKU Timur hingga bisa mendapat penghasilan sekitar Rp 8-12 juta per bulan.
Putu juga menegaskan jika tak ada pembiaran dari pihaknya yang membuat pelaku lepas dari penangkapan.
Kini pihaknya terus memburu Bogel yang identitasnya sudah diketahui.
Sedangkan untuk 2 tersangka lainnya sudah ditahan di sel tahanan Mapolda Sumsel.
Selain itu, polisi juga menyita 1 unit mobil Mitsubishi L300 BG-1311-NT dan jeriken plastik berisi 1,5 liter solar subsidi.
Para tersangka dijerat Pasal 40 angka 9 UU No. 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, jo. Pasal 480 KUHP.
Keduanya terancam hukuman pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp 60 miliar. (Antara)